Penajurnalis nasional,– Besarnya alih fungsi lahan pertanian untuk konsesi tambang batu bara menyimpan ancaman besar bagi kedaulatan pangan di Indonesia. Hal itu disampaikan dalam laporan penelitian berjudul “Hungry Coal” yang dibuat oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) bersama Waterkeeper Aliance. Yang tercatat ada sekitar 1,7 juta ton beras per tahun yang hilang akibat penambangan batu bara.

Koordinator Jatam, Merah Johansyah  menjelaskan, tercatat ada sekitar 1,7 juta ton beras per tahun yang hilang akibat penambangan batu bara. hal itu terjadi lantaran air yang digunakan untuk irigasi pertanian di area sekitar tambang berasal dari lubang bekas tambang, “jelasnya.

Menurut Merah, hal itu berawal dari Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 7 tahun 2014 yang merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2010 tentang Reklamasi Pasca Pertambangan dan UU Minerba No. 4 tahun 2009. Permen tersebut dinilai memberi peluang agar lubang-lubang bekas tambang batu bara dapat digunakan untuk konsumsi rumah tangga, irigasi pertanian, budidaya perikanan, serta tempat wisata.
Apalagi, kata Merah, pemerintah tidak mengatur sanksi pidana untuk perusahaan yang tidak menutup lubang bekas tambang. Ia mencontohkan, di Kalimantan Timur misalnya, terdapat 2800 lubang bekas tambang dari sekitar 1.400 izin konsesi yang tak ditutup.

Padahal, lubang bekas tambang tersebut mengandung logam berat seperti aluminium, besi dan mangan yang berbahaya bagi produktivitas lahan pertanian. “Semenjak UU ini disahkan,yang paling fatal saya katakan di sini adalah bahwa bekas tambang itu digunakan untuk irigasi pertanian.

Merah juga mengatakan, Indonesia juga diperkirakan akan kehilangan 7,7 juta ton beras per tahun akibat eksplorasi tambang yang dilakukan di atas lahan dengan total luas mencapai 6,5 juta hektar itu. Dan angka itu enam kali lipat dari jumlah impor beras kita, kalau dikatakan impor beras kita 1,2 sampai 1,6 (juta ton) per tahun,” ungkap Merah dalam peluncuran laporan “Hungry Coal” di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (7/5/2017). (Anwar)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *