PenaJurnalis,Maros.—Terdapat dua Desa di kabupaten Maros ditunjuk sebagai desa percontohan implementasi Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG). Kedua desa tersebut adalah Desa Minasa Baji, Kecamatan Bantimurung dan Desa Bontotallasa, Kecamatan Simbang.

Kepala bidang kesetaraan gender mengatakan dalam lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Helsyanita, selain dua desa di Maros, kabupaten di Sulsel yang memiliki desa percontohan adalah Kabupaten Bone.

“Program PUG ini merupakan instruksi Presiden nomor 9 tahun 2000, artinya ini sudah 18 tahun namun masih simpang siur. Implementasinya di masyarakat belum terlihat sehingga kami dari PPPA merintis model-model desa PUG yang berkeadilan bersetara,” katanya usai pembukaan kegiatan workshop percepatan PUG didaerah melalui pengembangan kabupaten yang responsif gender di Hotel Grand Town, Selasa (6/11/18).

Terkait penujukan kedua Desa tersebut sebagai percontohan berdasarkan laporan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kabupaten dan provinsi.

Pasalnya, menurut dia yang paling mengetahui tentang kondisi desa adalah kabupaten itu sendiri.

“Kriterianya banyak, termasuk beberapa indikator misalnya indeks pembangunan manusianya masih di bawah sehingga perlu didorong untuk peningkatan kesetaraan dan keadilan ini,” ujarnya.

Meski beberapa desa ditunjuk sebagai role model atau percontohan desa PUG namun pihaknya tetap mengikuti aturan budaya setempat. Menurutnya, pihaknya tidak dapat melakukan intervensi namun akan mengikuti dan mengarakan agar pola pikir masyarakat desa tersebut berubah.

Selain itu, Kepala Dinas PPPA Muhammad Idrus mengatakan, ditunjuknya kedua desa tersebut karena kedua desa tersebut telah melibatkan seluruh kelompok dalam implementasi PUG di desa. Dua desa tersebut dalam melakukan perencanaan tidak hanya melibatkan kelompok tertentu tapi semua dalam kelompok masyarakat terlibat.

“Bukan hanya laki-laki yang terlibat tapi juag kelompok perempuan, kelompok anak, disabilitas, kelompok perempuan miskin dan kaum marjinal lainnya. Kita berharap bukan hanya perencanaan tapi kontrol dan manfaat program desa tersebut bisa diakses oleh seluruh masyarakat, bukan hanya kelompok tertentu,” beber Idrus.

Selain itu, lanjut Idrus, diharapkan desa dalam membuat program berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Kebutuhan anak, disabilitas, kaum lansia benar-benar terpenuhi dengan melibatkan kelompok tersebut serta akses dan kontrol program juga melibatkan semua unsur dalam masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *