PenaJurnalis,Jakarta.—– Dalam Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018. Pemerintah telah menerapkan program zonasi . Dari banyak pokok bahasan, salah satu yang paling menjadi perhatian adalah pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang terdiri dari tiga jalur, yaitu jalur zonasi, prestasi, dan jalur perpindahan orang tua/wali.

Dari tiga jalur tersebut, kuota siswa masuk ke sekolah adalah didominasi oleh jalur zonasi, yang kuotanya mencapai 90 persen. Kebijakan zonasi yang diterapkan sejak 2016 ini menjadi pendekatan baru yang dipilih pemerintah untuk mewujudkan pemerataan akses pada layanan dan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.

“Kita menggunakan zonasi mulai dari penerimaan siswa baru, terutama untuk memberikan akses yang setara, akses yang adil, kepada peserta didik, tanpa melihat latar belakang kemampuan ataupun perbedaan status sosial ekonomi,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy seperti dikutip dari laman resmi Kemendikbud.

“Pada dasarnya anak bangsa memiliki hak yang sama. Karena itu, tidak boleh ada diskriminasi, hak ekslusif, kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah,” sambungnya.

Ia menjelaskan zonasi tidak hanya diperuntukkan untuk PPDB, namun juga untuk membenahi delapan standar pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, di antaranya kurikulum, sebaran guru, sebaran peserta didik, kemudian kualitas sarana prasarana.

Kebijakan zonasi juga mendorong kebijakan redistribusi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di setiap zona, untuk mempercepat pemerataan kualitas pendidikan. Setiap sekolah harus mendapatkan guru-guru dengan kualitas yang sama baiknya. Rotasi guru di dalam zona menjadi keniscayaan sesuai dengan amanat Undang-Undang.

“Setelah ini, saya minta ada rotasi guru. Sehingga guru di setiap zona merata. Jadi tidak boleh ada guru yang kebetulan guru baik, menumpuk di suatu tempat,” katanya.

Selain itu, melalui zonasi pemerintah dapat lebih mudah menginventarisasi dan memverifikasi kondisi sarana prasarana pendidikan, untuk kemudian dapat melakukan intervensi yang diperlukan.

“Akan kita beri perhatian melalui dana dari pusat, yaitu dana alokasi khusus. Di samping itu, kita juga berharap ada dukungan dana dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Kemudian kalau terpaksa, kami akan menurunkan dana dari pusat melalui dana di Kemendikbud,” jelasnya.

edangkan dari sisi peserta didik penerapan zonasi dikatakannya mampu mendekatkan siswa dengan lingkungan sekolah, menguatkan tripusat pendidikan dalam penguatan pendidikan karakter, serta membuat suasana kelas heterogen yang mendorong siswa untuk bekerja sama.

Bukan itu saja, sistem zonasi juga mampu menghilangkan praktik jual beli kursi dan pungutan liar (pungli) yang marak terjadi saat pendaftaran siswa. Kemudian zonasi berguna memberikan data valid sebagai dasar intervensi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Semua itu dikatakannya demi tercapainya pemerataan kualitas pendidikan.

Oleh sebab itu ia pun meminta agar orang tua tidak perlu resah dan khawatir secara berlebihan dengan penerapan zonasi pendidikan pada PPDB. Ia mengajak para orang tua agar dapat mengubah cara pandang dan pola pikir terkait “sekolah favorit”.

“Prestasi itu tidak diukur dari asal sekolah, tetapi masing-masing individu anak yang akan menentukan prestasi dan masa depannya. Pada dasarnya setiap anak itu punya keistimewaan dan keunikannya sendiri. Dan kalau itu dikembangkan secara baik itu akan menjadi modal untuk masa depan,” ujarnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *